Laman

Kamis, 11 September 2014

Curcol: Bukan Lagi Waktu

Bukan lagi perkara waktu yang ingin aku tuliskan.

Pada awalnya aku mengira ini semua hanyalah masalah waktu saja hingga aku menyadari pertemuan demi pertemuan yang terlewatkan begitu saja. Semuanya masih tetap sama, walau waktu sudah mengalir selama ini. Tak pernah lagi aku menemukan, mungkin takkan pernah lagi, jika aku hanya bergantung pada waktu untuk menyembuhkanku. Memangnya aku sakit apa? Mungkin, semacam kecanduan pada sesuatu yang tak seharusnya, yang orang lain sepertinya hanya perlu waktu untuk penyembuhnya. Ternyata spekulasi tetaplah hanya spekulasi.
Waktu adalah obat yang paling mujarab, kata orang, tapi rasanya tak berlaku di kasusku. Saat ini, aku tersadar perihal keinginan terdalam dari diri sendiri. Selama ini melangkah ditemani oleh lamunan tentang waktu, lamunan tentang masa depan yang akan segera datang dan menjadi lebih baik. Namun, nyatanya tak ada yang berubah menjadi lebih baik. Saat termenung kembali seperti sekarang ini, baru aku sadar. Aku sadar bahwa diriku sendirilah yang tidak ingin untuk melangkah pergi, untuk menjadi lebih baik, dan untuk mengambil kesempatan lain. Keinginan terdalamku ternyata masih tertahan pada saat egoku memuncak dan menguasai diriku.

Lalu, saat ini aku mulai bertanya-tanya, benarkah saat itu hanya sekedar emosi dan egoku semata? Bagaimana kalau ternyata aku memang benar-benar menginginkannya? Bagaimana kalau memang ternyata ini semua sudah menjadi sebuah kecanduan? Kemudian, aku tak mengerti lagi arah pikiranku setelahnya, semuanya terasa kembali kabur. Benar-benar tak memiliki arah yang benar.

Keinginan terdalam. Keinginan yang ada dalam benak ini, yang mungkin saja sudah tertanam terlalu dalam. Seringkali aku berharap aku ini hanya robot, bukan manusia yang memiliki jiwa, memiliki hati, dan memiliki perasaan. Robot hanya memiliki logika untuk berjalan. Hanya perlu jajaran program untuk dipatuhinya. Tak peduli dengan kesalahan yang mungkin dia lakukan, asalkan sesuai dengan programnya maka dia akan lakukan. Tak peduli, sepertinya merupakan frase ampuh yang aku butuhkan di sini. Kalau saja aku sudah bisa bekata tak peduli pandangan orang, mungkin aku sudah melakukan lebih banyak hal bodoh hanya untuk mengikuti kecanduanku.
Pada cerita-cerita khayalan yang aku temukan, beberapa bercerita tentang robot yang diciptakan terlalu canggih dan akhirnya memiliki apa yang kita sebut hati. Aku harap kisah itu tak akan pernah terjadi di dunia nyata. Aku hanya membayangkan seberapa kecewanya para robot itu saat tahu para penciptanya saja sudah mulai tidak memiliki hati, sudah mulai mengabaikan hatinya, dan sudah mulai tak menyadari keinginan terdalamnya. Tak ada yang salah dengan kalimat sebelum ini karena aku mungkin bisa menjadi contohnya. Manusia yang sudah mulai mengabaikan hatinya dan pada akhirnya tak lagi menyadari keinginan terdalamnya.
Hidupku selama bertahun-tahun hanya seperti menjalankan deretan program yang dituliskan untuk aku jalani. Aku terjebak dalam penggunaan logika tanpa memiliki hati, apalagi keinginan. Bahkan, keinginanku sudah diprogram sedemikian rupa hingga aku hanya mengikuti aliran waktu yang diberikan padaku. Ambisi-ambisi yang aku kejar, bukan lagi ambisi untuk diriku sendiri, tapi untuk orang-orang yang membentukku agar aku menjadi seperti apa yang mereka harapkan, apa yang mereka inginkan. Sampai pada saat ini, saat dimana aku mulai mempertanyakan siapakah sebenarnya aku dan seperti apa aku yang sebenarnya.

Pemberontakan. Mungkinkah ini semua yang terjadi padaku saat ini? Entahlah, semuanya masih terasa buram, tapi mungkin ini semua juga karena program yang tertulis di logikaku juga sudah mulai rancu. Aku mulai ingin untuk memiliki sesuatu yang seharusnya di dalam programku saat ini itu belum tercantum dengan jelas. Seharusnya ini bukalah program loop yang kembali ke titik awal saat dinyatakan NO. Seharusnya setelah ini aku menjalani sampai titik FINISH dan menyerahkan pada waktu untuk menyembuhkanku, tapi kenapa aku berbalik pada point planning tepat sebelum action aku jalankan.

Ada error-kah dalam programku? Mungkin iya. Mungkin juga tidak. Atau mungkin diriku yang tidak siap menerima program baru ini? Atau mungkin aku sudah tak lagi menggunakan logikaku sejak masa itu? Masa dimana aku mulai mengenal hati dan menggunakan emosiku untuk menjalankan hidupku. Bukan karena keinginan untuk memiliki atau kecanduanku, tapi mungkin karena ketakutan dalam diriku yang tanpa sadar telah merusak diriku sendiri.

Lalu, aku kembali mulai bertanya, apa sebenarnya keinginan terdalamku. Aku sudah mencoba untuk menyerahkannya pada waktu, tapi sayang sepertinya belum ada hasil. Aku malah semakin bingung menentukan arah flowchart logikaku sendiri sekarang. Semuanya terasa begitu kacau. Diriku saat ini terasa begitu kacau. Aku bertemu dengan orang-orang baru yang dapat menerima kondisiku, tapi aku tak yakin tentang tanggapan orang-orang sekitarku. Bisakah aku percaya bahwa mereka akan menerima aku apa adanya sekarang ini? Aku yang tak seperti apa yang mereka pikirkan. Aku yang tak seperti apa yang mereka inginkan. Kecewakah kalian dengan keadaanku sekarang ini?
Kalau aku boleh menuliskan tentang cause and effect theory, rasanya ujung permasalahanku hanya satu hal itu saja. Lalu, mengapa semuanya jadi seperti ini? Bukan, bukan kecanduanku yang kubicarakan, itu hanya salah satu efek yang aku dapatkan. Entahlah, lagi-lagi semuanya menjadi buram dan lagi-lagi aku berpikir seandainya aku dapat menggunakan frase ‘tak peduli’. Aku terlalu banyak berpikir hingga semuanya menjadi makin buram dan tak berarah.

Buram. Aku menjalani ini semua dengan pikiranku yang kusut dan belum terurai kembali seperti sebelumnya, saat programku masih jelas arahnya. Aku tak akan menyalahkan kalian yang tidak mengerti aku sekarang ini karena aku sendiri tidak mengerti apa yang sedang terjadi padaku. Seperti yang aku tuliskan sebelumnya, pikiranku semakin buram dan aku benar-benar terlalu banyak berpikir kali ini. Kepalaku saja sampai sakit dan lagi-lagi logikaku tak mampu untuk mengungkapkan apapun kali ini. Ya, aku sungguh-sungguh tak akan menyalahkan kalian jika kalian memang tak mengerti aku sekarang ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar