Bukan lagi perkara waktu
yang ingin aku tuliskan.
Pada awalnya aku mengira ini
semua hanyalah masalah waktu saja hingga aku menyadari pertemuan demi pertemuan
yang terlewatkan begitu saja. Semuanya masih tetap sama, walau waktu sudah
mengalir selama ini. Tak pernah lagi aku menemukan, mungkin takkan pernah lagi,
jika aku hanya bergantung pada waktu untuk menyembuhkanku. Memangnya aku sakit
apa? Mungkin, semacam kecanduan pada sesuatu yang tak seharusnya, yang orang
lain sepertinya hanya perlu waktu untuk penyembuhnya. Ternyata spekulasi
tetaplah hanya spekulasi.
Waktu adalah obat yang
paling mujarab, kata orang, tapi rasanya tak berlaku di kasusku. Saat ini, aku
tersadar perihal keinginan terdalam dari diri sendiri. Selama ini melangkah
ditemani oleh lamunan tentang waktu, lamunan tentang masa depan yang akan
segera datang dan menjadi lebih baik. Namun, nyatanya tak ada yang berubah
menjadi lebih baik. Saat termenung kembali seperti sekarang ini, baru aku
sadar. Aku sadar bahwa diriku sendirilah yang tidak ingin untuk melangkah
pergi, untuk menjadi lebih baik, dan untuk mengambil kesempatan lain. Keinginan
terdalamku ternyata masih tertahan pada saat egoku memuncak dan menguasai
diriku.
Lalu, saat ini aku mulai
bertanya-tanya, benarkah saat itu hanya sekedar emosi dan egoku semata?
Bagaimana kalau ternyata aku memang benar-benar menginginkannya? Bagaimana
kalau memang ternyata ini semua sudah menjadi sebuah kecanduan? Kemudian, aku
tak mengerti lagi arah pikiranku setelahnya, semuanya terasa kembali kabur.
Benar-benar tak memiliki arah yang benar.
Keinginan terdalam.
Keinginan yang ada dalam benak ini, yang mungkin saja sudah tertanam terlalu
dalam. Seringkali aku berharap aku ini hanya robot, bukan manusia yang memiliki
jiwa, memiliki hati, dan memiliki perasaan. Robot hanya memiliki logika untuk
berjalan. Hanya perlu jajaran program untuk dipatuhinya. Tak peduli dengan kesalahan
yang mungkin dia lakukan, asalkan sesuai dengan programnya maka dia akan
lakukan. Tak peduli, sepertinya merupakan frase ampuh yang aku butuhkan di
sini. Kalau saja aku sudah bisa bekata tak peduli pandangan orang, mungkin aku
sudah melakukan lebih banyak hal bodoh hanya untuk mengikuti kecanduanku.
Pada cerita-cerita khayalan
yang aku temukan, beberapa bercerita tentang robot yang diciptakan terlalu
canggih dan akhirnya memiliki apa yang kita sebut hati. Aku harap kisah itu tak
akan pernah terjadi di dunia nyata. Aku hanya membayangkan seberapa kecewanya
para robot itu saat tahu para penciptanya saja sudah mulai tidak memiliki hati,
sudah mulai mengabaikan hatinya, dan sudah mulai tak menyadari keinginan
terdalamnya. Tak ada yang salah dengan kalimat sebelum ini karena aku mungkin
bisa menjadi contohnya. Manusia yang sudah mulai mengabaikan hatinya dan pada
akhirnya tak lagi menyadari keinginan terdalamnya.
Hidupku selama
bertahun-tahun hanya seperti menjalankan deretan program yang dituliskan untuk
aku jalani. Aku terjebak dalam penggunaan logika tanpa memiliki hati, apalagi
keinginan. Bahkan, keinginanku sudah diprogram sedemikian rupa hingga aku hanya
mengikuti aliran waktu yang diberikan padaku. Ambisi-ambisi yang aku kejar,
bukan lagi ambisi untuk diriku sendiri, tapi untuk orang-orang yang membentukku
agar aku menjadi seperti apa yang mereka harapkan, apa yang mereka inginkan. Sampai
pada saat ini, saat dimana aku mulai mempertanyakan siapakah sebenarnya aku dan
seperti apa aku yang sebenarnya.
Pemberontakan. Mungkinkah
ini semua yang terjadi padaku saat ini? Entahlah, semuanya masih terasa buram,
tapi mungkin ini semua juga karena program yang tertulis di logikaku juga sudah
mulai rancu. Aku mulai ingin untuk memiliki sesuatu yang seharusnya di dalam
programku saat ini itu belum tercantum dengan jelas. Seharusnya ini bukalah
program loop yang kembali ke titik
awal saat dinyatakan NO. Seharusnya
setelah ini aku menjalani sampai titik FINISH
dan menyerahkan pada waktu untuk menyembuhkanku, tapi kenapa aku berbalik pada point planning tepat sebelum action aku jalankan.
Ada error-kah dalam
programku? Mungkin iya. Mungkin juga tidak. Atau mungkin diriku yang tidak siap
menerima program baru ini? Atau mungkin aku sudah tak lagi menggunakan logikaku
sejak masa itu? Masa dimana aku mulai mengenal hati dan menggunakan emosiku
untuk menjalankan hidupku. Bukan karena keinginan untuk memiliki atau
kecanduanku, tapi mungkin karena ketakutan dalam diriku yang tanpa sadar telah
merusak diriku sendiri.
Lalu, aku kembali mulai
bertanya, apa sebenarnya keinginan terdalamku. Aku sudah mencoba untuk
menyerahkannya pada waktu, tapi sayang sepertinya belum ada hasil. Aku malah
semakin bingung menentukan arah flowchart
logikaku sendiri sekarang. Semuanya terasa begitu kacau. Diriku saat ini terasa
begitu kacau. Aku bertemu dengan orang-orang baru yang dapat menerima
kondisiku, tapi aku tak yakin tentang tanggapan orang-orang sekitarku. Bisakah
aku percaya bahwa mereka akan menerima aku apa adanya sekarang ini? Aku yang tak
seperti apa yang mereka pikirkan. Aku yang tak seperti apa yang mereka
inginkan. Kecewakah kalian dengan keadaanku sekarang ini?
Kalau aku boleh menuliskan
tentang cause and effect theory,
rasanya ujung permasalahanku hanya satu hal itu saja. Lalu, mengapa semuanya
jadi seperti ini? Bukan, bukan kecanduanku yang kubicarakan, itu hanya salah
satu efek yang aku dapatkan. Entahlah, lagi-lagi semuanya menjadi buram dan
lagi-lagi aku berpikir seandainya aku dapat menggunakan frase ‘tak peduli’. Aku
terlalu banyak berpikir hingga semuanya menjadi makin buram dan tak berarah.
Buram. Aku menjalani ini
semua dengan pikiranku yang kusut dan belum terurai kembali seperti sebelumnya,
saat programku masih jelas arahnya. Aku tak akan menyalahkan kalian yang tidak
mengerti aku sekarang ini karena aku sendiri tidak mengerti apa yang sedang
terjadi padaku. Seperti yang aku tuliskan sebelumnya, pikiranku semakin buram
dan aku benar-benar terlalu banyak berpikir kali ini. Kepalaku saja sampai
sakit dan lagi-lagi logikaku tak mampu untuk mengungkapkan apapun kali ini. Ya,
aku sungguh-sungguh tak akan menyalahkan kalian jika kalian memang tak mengerti
aku sekarang ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar