Laman

Senin, 31 Maret 2014

Curcol : Jatuh Cinta


Ketika kau mulai mencintai seseorang yang mungkin awalnya kau tak pernah menyangka, rasanya tetaplah seindah apa yang orang-orang sebut sebagai cinta...
Bedanya adalah ketika kau tak pernah menyangka, maka itu akan menjadi kejutan baru dalam hidupmu...
Mungkin saja saat itu, orang yang membuatmu terjatuh itu, tanpa kau sadari telah melangkah masuk secara perlahan dalam hatimu...
Kalian mungkin saja telah begitu dekatnya tanpa kalian sadari, berbincang ringan, bercanda, dan saling mengkhawatirkan...
Atau mungkin saja, tanpa kalian sadari, kalian telah berada di posisi yang sama, bernasib sama yang membawa kalian saling menertawakan posisi masing-masing...
Walau mungkin pada senyuman pertamanya untukmu, kau tak pernah menyadari itu adalah awal dari segalanya...
Kau mungkin tak pernah sadar, bahwa saat itu, orang itulah yang akan membuatmu terkejut sebegitunya ketika kau menyadari kejatuhanmu...
Seseorang yang masuk secara perlahan, lebih mungkin untuk menyusup ke balik tembok keangkuhan yang kau bangun, seberapapun kokohnya tembok itu...
Dia yang begitu dekat denganmu, tanpa kau sadari pergerakannya, ternyata telah mencuri perhatianmu dan membuatmu terjatuh dalam rasa yang mengejutkan...
Kau tahu, pada saat itulah kau akan merasa kebingungan mengambil langkahmu, apa yang harus kau lakukan???
Pada saat itu ada pilihan di tanganmu, kau yang harus memutuskan untuk kelanjutan cerita antara kau dan dia, mengambil langkah yang tepat...
Kau bisa saja mengabaikannya, menganggap seakan tak pernah ada yang terjadi dan menjalani hari-harimu lagi, tapi rasa penasaranmu akan tetap menjalar dalam pikiranmu...
Atau mungkin, kau bisa mengambil langkah mundur perlahan dan menjauh darinya, membiarkan rasa penasaranmu mati perlahan...
Ataukah kau akan memilih pilihan ketiga, mencoba membagi bebanmu dengannya, mengungkapkan apapun yang kau rasakan tentangnya...
Kemudian, hal ini tidak akan hanya menjadi bebanmu saja, tapi beban kalian berdua untuk memutuskan langkah apa yang akan kalian ambil...
Ketika keputusan itu sudah kalian ambil dengan tidak memberatkan siapapun di antara kalian, maka yang perlu kau lakukan adalah menghargai...
Menghargai keputusan itu dengan menjaga apapun keputusan di antara kalian berdua, menjaga semuanya tetap dalam keadaan terkendali seperti keputusan langkah yang kalian ambil...
Pada saat kalian berdua sudah menghargai keputusan itu, maka kau akan merasa lebih tenang untuk menatapnya lagi tanpa rasa terkejut...

Karena pada saat itu, yang masih tersisa hanyalah rasa cinta tanpa rasa sakitnya terjatuh... 

Kamis, 06 Maret 2014

Sekarat: Kalau Kamu Ingin Menyerah, Aku Mendukungmu


Judul tulisan ini aku ambil dari salah satu kisah inspiratif pada buku berjudul Lelaki, Gadis, dan Kopi Campur Garam karya Ara, yang dikutip dari buku berjudul Chicken Soup for the Teenage Soul karangan James Malinchak. Kisah ini cukup menarik dan dimasukkan pada bagian tentang kehilangan dan melepaskan. Kisah mengenai seorang kakak yang terus mendukung adiknya yang divonis memiliki tumor otak ganas dan hidupnya hanya tinggal tiga bulan lagi.
Dukungan sang kakak membuat adiknya mampu terus bertahan hidup hingga beberapa bulan kemudian. Namun, sebuah pertanyaan yang dilontarkan temannya, “Menurutmu, apakah dia bertahan itu hanya karena dia tidak ingin mengecewakanmu?”,  membuat sang kakak berpikir. Bagaimana jika perkataan temannya itu benar? Bagaimana jika ternyata dia terlalu egois, bahwa sebenarnya adiknya sangat kesakitan, tapi dia berjuang dan bertahan karena tidak mau mengecewakan sang kakak?
Setelah sang kakak memikirkan hal ini, malam itu ia menelepon adiknya. Dan kemudian dia berkata,

“Adikku, aku mengerti kau sangat menderita dan mungkin kau ingin menyerah. Tidak apa-apa, kalau memang begitu, aku mendukungmu kali ini. kita sudah berjuang sedemikian lama, jadi ini bukan kalah. Kita hanya harus menerima bahwa ada yang memang ingin diberikan Tuhan dan yang tidak. Jadi, kalau kau ingin pergi ke tempat yang lebih baik, aku mengerti. Kita pasti bersama lagi. Aku menyayangimu dan aku akan terus bersamamu di manapun kau berada.”

Dan keesokan harinya, sang adik dikabarkan telah meninggal.
Kasus yang aku alami sekarang memang jauh berbeda, tapi aku belajar cara melepaskan dan mungkin bisa dibilang cara merelakan. Aku mencoba memahami apa yang kalian rasakan. Jika memang rasa percaya itu sudah entah pergi kemana dan rasa saling membutuhkan yang berawal dari kasih sayang itu sudah tak ada lagi, aku mengerti. Aku tidak akan memaksakan keinginanku lagi.

Aku akan menyerahkan segala keputusan itu pada kalian. Bahkan, jika nanti aku sudah dapat berdiri sendiri menopang hidupku dan kalian masih dalam keadaan tersakiti seperti ini, aku sendiri yang akan bergerak mengusir pergi kebiasaan saling menyakiti yang kalian lakukan. Walaupun itu berarti harus mengorbankan satu hal penting yang telah kalian bangun puluhan tahun. Kalau kalian memang mau menyerah, aku akan mendukung kalian dengan sepenuh pengertianku.

Sekarat : SAKIT HATI


Dulu memang aku lebih percaya bahwa hal bodoh macam cinta itu bisa aku lakukan dengan berlogika. Asalkan menemukan sosok yang tepat dan sesuai dengan tipe yang aku suka, aku pasti bisa mencintai orang itu. Ya, dulu aku berpikir seperti itu. Menertawakan segala tindakan bodoh yang orang lain lakukan demi cinta, katanya. Bullshit..!! Aku nggak percaya itu. Memangnya apa yang akan kau dapatkan jika kau mencintai orang lain dengan tulusnya? Sebagian besar kasus yang aku temukan akan menjawab, sakit hati.
Tahukah kau, wahai seseorang di luar sana, bahwa kau telah mengobrak-abrik logikaku? Mematikan pikiranku dan menyebabkanku bertindak bodoh. Menjatuhkan keangkuhan yang telah kubangun sedemikian kokoh sebagai benteng pertahananku. Aku telah melakukan hal bodoh yang dulu seringkali aku tertawakan. Aku tak bisa mengontrol diriku lagi. Ya, aku lepas kendali lagi.
Jantungku berdetak tak keruan sekali lagi. Penilaianku sudah tak masuk akal. Kau itu bukan siapa-siapa dibandingkan standar yang aku terapkan, kau itu bukan siapa-siapa. Mungkin karena itulah aku bisa-bisanya mengabaikanmu, mengabaikan keberadaanmu. Kau tidak masuk standar yang diterapkan oleh logikaku. Ya, aku telah mengabaikan keberadaanmu saat itu sama seperti kau tidak menganggap perasaanku saat ini.
Sakit hati, sekali lagi aku hanya merasakan sakit hati. Kalau bahkan rasa “cinta” yang telah membawaku ke dunia dan telah hidup selama puluhan tahun malah membawa kesedihan pada hidupku saat ini, apalagi yang dapat aku ungkapkan tentang “cinta” selain yang namanya sakit hati. Setelah hidup puluhan tahun ternyata dia juga dapat dilupakan, aku kasihan padanya. Ahahaa... benar-benar kasihan.

Lalu, setelah semua yang aku alami ini, apakah aku masih harus percaya pada keberadaan cinta itu? Tak semudah membalikkan telapak tangan yang pasti. Ya, mungkin aku memang pada akhirnya merasakan yang namanya jatuh cinta dan berbuat sebodoh itu. Namun, aku juga ternyata sudah tersakiti oleh si “cinta” ini. aku tak pernah mau lagi percaya padanya. Aku tak mau lagi, sudah cukup aku rasa untuk saat ini. Kalau aku tak berlogika lagi, aku rasa aku tak akan dapat bertahan hidup lagi. Walau mungkin harus membunuh perasaanku sendiri dan menjadi makhluk tak berperasaan. Ahahahaaa... Aku lebih bahagia seperti itu.... Yeaahh!!!

Sekarat : “Aku Sekarat dan Hatiku Mati”


Hatiku memang sudah lama mati, tapi mungkin hanya mati suri
Mungkin aku memang harus tetap hidup untuk melihatnya kembali mati
Aku rasa aku harus kembali berjalan tanpa hati untuk mampu terus menunggu

Aku bagai boneka es yang sedingin robot dengan kulit besinya
Aku bagai mayat hidup yang dikendalikan oleh standar tinggi yang aku terapkan sendiri
Aku bagai manekin yang harus berpose cantik untuk dikagumi
Kesempurnaan yang aku tuntut pada semua yang berkaitan denganku ternyata mematikan
Racunnya yang terus menjalar dalam setiap pilihan langkahku pada akhirnya malah menjegalku

Aku hanyalah makhluk egois yang mencoba berdiri sendiri, tapi aku sekarat
Aku hanyalah makhluk sombong yang mencoba menepis kelemahanku, tapi aku sekarat
Aku hanyalah makhluk dingin tanpa hati yang mencoba terus tegar, tapi aku sekarat
Aku hanyalah makhluk sekarat yang mencoba mencari jalan lain agar tetap hidup
Tenggelam dalam keresahan diriku yang sekarat dan tak mengerti caranya berteriak minta tolong

Walaupun hidupku kudapatkan dengan mematikan hatiku sendiri
Paling tidak aku masih tetap hidup untuk kembali menunggu
Menunggumu untuk mau menerima hatiku yang terbangun dari mati surinya, sekali lagi


Sekarat : “Ku Mohon”


Rasanya sudah lama aku tak menuliskan sajak indah yang menghiasi hatiku saat terjatuh
Ya, aku sudah lama tak merasakan jatuh hati
Sudah lama aku memalingkan mataku hanya pada diriku dan egoku
Saat aku sadar hatiku pun sudah mati atau mungkin hanya mati suri
Kedua mataku memang masih mampu menemukan, tapi hatiku tak tergetarkan
Otakku memang masih mampu memikirkan keindahan, tapi hatiku tak tersentuh
Mungkin aku memang orang dingin yang tak berperasaan
Pertahanan akhirku hanya ada pada logikaku, bukan perasaanku
Namun, kemudian kau meruntuhkan benteng kokoh yang lama kubangun
Membangkitkan hatiku yang mati dan menggoyahkan logikaku
Memangnya kau ini siapa? Berani benar menjatuhkanku
Otakku tak mampu lagi berpikir, hanya jantungku yang berdetak tak terkendali
Kau melepaskan segala kontrol diri yang telah lama melingkupiku
Membuatku yang tinggi hati mesti memohon di hadapmu
Seakan aku menjatuhkan keangkuhan yang sejak lama kokoh terbangun
Kau memang benar-benar menghancurkan logikaku, pertahananku
Sekarang, aku hanya mampu memohon kerendahan hatimu yang belum kau berikan
Menjaga hati yang baru saja bangkit dari kematian untuk tetap menatapmu
Kembalikan harga diriku yang telah rela aku jatuhkan untuk meraihmu
Bantu aku membangun kembali keangkuhan sebagai pertahanan hidupku

Ku mohon ulurkan tanganmu dan bantu aku berdiri tegak kembali