Laman

Sabtu, 10 Desember 2016

Aku Kembali Pada Pantai




Menapaki tepian laut tanpa beralas kaki, merasakan gelitik pasir di sela-sela jemari. Aku memandang samudera luas yang terhampar bergelombang. Bosan. Aku jenuh dengan air berwarna biru yang sesekali dengan riaknya membawa ikan-ikan kecil kepinggiran. Aku jenuh dengan suara burung-burung yang berterbangan mengantarkan matahari menghilang dikala senja. Aku pun jenuh dengan pelangi yang sesekali muncul di atas tebing saat pagi menjelang.

Aku terduduk di atas tebing sejenak memperhatikan bayangan diri di permukaan air dengan penerangan sang malam. Cahaya bulan purnama membantuku bercermin, mencoba mengerti akan keberadaan diri ini. Rambutku ikal sebahu dengan warna kemerahan terbentuk dari teriknya matahari. Kulit tubuhku tak mungkin seputih salju, tak mungkin pula kuning langsat yang menggoda. Tapi inilah aku, bermata cerah dengan hiasan bulu mata lentik yang melengkapi wajah tirusku. Ketajaman wajahku ditunjang oleh menjulangnya hidung yang tercetak indah.

Keindahanku adalah menarikku, namun jadi tak menarik lagi bagiku saat melihat rambut panjang berkilau diterpa sinar mentari. Aku tak mengenalnya, tapi aku tertarik mengenalnya. Aku mendekat tanpa sadarku. Memperhatikan kulit kuningnya yang kontras dengan warna hitam kelam mahkotanya yang tergerai. Aku ingin tahu tentangnya karena yang aku tahu pasti bahwa dia tak seperti diriku, dibesarkan oleh pantai. Aku mengagumi dirinya dan keindahannya.

Dia menengok dan tersenyum membuatku tersentak sesaat. Wajahnya tak setirus milikku dengan pipi merona yang tulang yang terangkat membuat senyumnya terlihat tulus. Aku memperhatikan matanya dibingkai rapi oleh alis tipis alaminya. Wajahnya tak tajam tapi malah sebaliknya keramahan melingkupi setiap bagian wajahnya. Bahkan bibir mungil merahnya membuatku makin terkagum-kagum pada keindahannya. Keindahan yang tak pernah aku tau dan tak pernah pantai ajarkan padaku.

Kami berjabat tangan menandakan perkenalan dan aku pun merasakan kelembutan kulitnya. Warna kontras yang terlihat pada pertemuan kedua tangan membuatku menyadari berbedaan asal-usul yang kami bawa dalam kehidupan dunia. Namun, hal ini membawa rasa penasaranku lebih dalam. Bukan hanya ingin mengetahui dirinya, aku ingin mengetahui tempatnya berasal yang dia sebut gunung. Dataran menjulang tinggi yang tak seperti pantai landai berbatas riak lautan.

Aku tertarik melangkah mengikuti kepulangannya, meninggalkan teriknya matahari pantai yang sesaat kemudian menjadi jingga dan membawa senja datang. Udara sesaat terasa menyesakkan dengan hawa dingin yang menyelimuti kulitku. Sejenak aku merindukan hangatnya pantai, tapi aku pun menginginkan keindahan yang diberikan gunung untuknya. Bulat tekadku untuk meninggalkan pantai dan mengejar keindahan gunung. Sesaat aku mengkhianati pemberian pantai padaku.

Hari-hariku berlalu dengan mengenal gunung dan mengubah diriku sesuai dengan ajarannya. Aku bersuka cita dengan sejuknya pagi yang tak lagi menyesakan nafasku. Mataku mencintai hamparan hijau dedaunan hingga dataran lembah yang entah berniat menyatukan atau memisahkan. Lenggokan aliran sungai serasa menari dengan alunan musik alam yang dinyanyikan burung-burung dan serangga gunung yang mengiringi. Aku mencintai tempat ini dan menerima keindahannya hingga tak terhitung banyaknya bulan purnama yang telah terlewatkan.

Perubahanku akan keindahan yang diberikan oleh gunung semakin nyata dengan kulit tubuhku yang berubah kuning langsat. Aku memperhatikan diriku yang terpantul pada permukaan danau yang tenang. Menganggumi keindahan tubuhku yang baru, tetapi kemudian aku murung. Bertanya-tanya pada diri tentang tak adanya perubahan pada setiap kontur yang telah diberikan oleh pantai padaku. Aku mengambil nafas panjang dan dia yang kukagumi berbisik padaku untuk bersabar karena setiap perubahan membutuhkan waktu.

Dia yang kukagumi selalu mengiringi langkah perubahanku, menyemangati setiap hari yang aku lewati untuk meminta keindahan gunung yang telah terpatri padanya. Aku tak pernah berpikir bahwa kekagumannya padaku, yang selalu diucapkannya dulu, semakin memudar dengan hilangnya keindahan pantai padaku. Cerita-cerita yang terucap dari bibir merah mungilnya bukan lagi untuk memujiku, tapi mengungkapkan kekaguman pada seseorang asal gunung lainnya. Seseorang yang memiliki keindahan gunung yang sama dengannya. Seseorang yang kemudian mengalihkan mata indahnya dariku. Dari diriku yang mengejar keindahannya dengan meninggalkan gelitikan pasir yang membarengi ombak.

Sekarang aku menyendiri di pinggir danau menunggu kedatangannya, tapi dia tak tampak. Tak lagi menyemangatiku untuk mengejar setiap perubahan yang kutuju. Aku bangkit untuk mencoba menemuinya. Dia menolak. Ku ajak dia kembali mengunjungi pantai dan dia juga menolak. Dia melupakan setiap kata-kata yang pernah terlontar indah dari bibir merahnya. Melupakan setiap pujian pada keindahan dari pantai yang pernah ada padaku. Aku membeku kedinginan di gunung. Aku kembali terpana dengan orang yang kukagumi. Terpana pada perubahan dirinya.

Aku pun kembali bercermin pada air danau dan aku membenci diriku sendiri. Membenci segala keindahan gunung yang telah diberikan padaku melewati banyaknya bulan purnama. Lalu aku pun merindukan pantai dan aku merindukan diriku yang dulu. Namun, air mataku telah membeku bersama dengan kekaguman yang telah menguap hilang.

Aku pun pulang. Meninggalkan segala keindahan yang memang bukan untukku. Aku pun kembali pada pantai yang telah menghiasiku dengan keindahan nyata darinya. Aku kembali pada pasir penggilitik kaki yang kurindukan. Aku kembali pada cahaya fajar yang sesekali dihiasi pelangi. Aku pun kembali pada teriknya mentari yang memberikan warna tubuhku kembali. Rinduku pun terluapkan dengan langit yang berwarna jingga tanda perpisahaan dengan mentari. Aku sadar aku merindukan asalku dan saat itulah air mataku yang beku mengalir membasahi pipi tirusku.

Ditemani cahaya bulan purnama memberikan gambaran jelas diriku di permukaan air laut dan sebuah ungkapan begitu lembut ditelingaku.


“Kau itu sungguh indah. Berlatar ombak lautan yang mendesir pasir dan disinari bulan purnama. Sungguh, kau adalah pemandangan terindah yang pernah kusaksikan. Janganlah kau pergi lagi dariku karena aku pun merindukan keberadaanmu disini.” Lalu ia pun membelai lembut rambut ikal kemerahanku dengan hembusan angin.

Kamis, 18 Juni 2015

Puisi: As The Clouds and The Sky

Do you see the white cloud with the blue background?
Or do you see the blue sky with the white pattern?
I have seen both of them
and like the cloud, we always have the background
and like the sky, we always stay as the background
We have both of the rules, as the clouds and the sky
I can't give up one of them, same like you there


We will stay being fine when both of us are the clouds
We will be okay when both of us are the sky
But, we couldn't do and we won't do
I could see when you are the sky and I have to look up
and also could see when you are the cloud and I have to look down
But, we never see each other at the same level, as the clouds or the sky


I have tried coming to you
but as the sky I can't fly down
and as the cloud, I never can fly away to the sky
I never could reach you, never reach your level
Then, How about you? Have you tried?
I know you have done, but you also can't reach me
Ya, We have tried and we stop trying, we give up
Cause we know that all ways are useless


all of ways that we have tried might be useless
but all of time that I spent is never meaningless



Today,
I see the blue sky as the background without white pattern
It's alone and It may be lonely
But, do you know why the blue sky can stay today?
Because the sky always know that other clouds will come
And, do you know why I can't see the cloud today?
Because the cloud looking for another cloud to become the rain


Note:
Pada akhirnya aku menyadari bahwa hal terindah itu bukanlah dicintai apa adanya, tetapi mencintai apa adanya, dan hal inilah yang tidak terjadi dalam kehidupan kita, baik diri kita sebagai awan putih nan lembut ataupun langit biru yang kokoh...

Minggu, 28 Desember 2014

Puisi : Between Us

I am still thinking, thinking about me, you, and anything between us.
Nothing special, but I feel being catch by the wind which bring the songs.
I just need be calm down and think, but I only can feel with my logic.
And then I’m stuck to thinking about anything between us.
One more time I think that it’s nothing special.

I can remember how we talked about our job, our occupational.
I couldn’t say that we trusted each others.
We could discuss like arguing something because of diferent perception.
But, you said that you would always be my friend when I needed.
Nothing else, because there was nothing special between us.

I am still thinking and listening the songs that brought by the wind.
They can hypnotize me like your voice did to me.
It’s still in my mind when you could make me stay to listening you.
And then I heard that I was just a little sister for you.
That’s something between us, nothing more.

Then, the song turn to the melancholy one and I remember the day.
It was the emotional day for me and the ordinary busy day for you.
I started to talk about love and you finished it with reminding about job.
That was the day we had started anything new between us.
But, there is still nothing.

Ah, the songs is stopped and I just can feel the wind.
The last one that I realize is I have been walking this far alone.
This is, what you and I had chosen, the different way.
Is it the reason why there is still nothing between us?
No, It isn’t because we don’t need the reason to have something between us.


Minggu, 02 November 2014

Curcol: Innocence in three years

 Three years, I hope it wasn’t too fast. I have finished my 7th midterm test, so it must be more then three years. Ya, it must be three years that I have been passed without realizing. When talking about having passed the time, I’m thinking about the change. What have been changed in me? Three years is not short time to try the best become an independent in this new place. New place, new town, without knowing much about others. Not much people I knew. Yeah, I felt lonely but also I felt happy that I could live far away from my family.
One of my biggest problem in new place is that I’m not an easy person to make relation with others. I’m not good in joining social relation. Everything was felt so strange and made me uncomfort. Even, I feel it that way right now, too. I could adapt to myself, but not with others. I can’t make me always like their perception and also they can’t too. Sometimes, it made me sad, made me feel alone, made me feel tired, but it’s me. I cannot be always like what all people want. Selfish? Egoist? Maybe, it is. Yeah, it is me.
Ah ya, back to the topic about changed and, in my opinion, nothing gonna changed is impossible. One of them is like starting to listen rock as my music recentlly. Before of it, I couldn’t really enjoy rock. Not many rock song that I could hear, except some of anime soundtrack. That is one of some reason, I have listened the music of NoisyCell recently.It’s a Japanese rock band that one of its song is a soundtrack of Barakamon, an anime that I have watched. The entitled of the song is ‘Innocence’, it becomes my favorite one in its album. Even it is a Japanese band, its song is written in English, so I can more easily to understand it. I have looked for the liryc of ‘Innocence, so you can enjoy it too. This song has hard japanese rock music, but I love the way it could touch me.

Innocence - NoisyCell
"It's is five O 'Clock", an evening-glow tells me
A Treasure of our memories, it's become empty, somehow
You held out a small hand, Smiling, like to you it was so natural
It may have no meaning, but it is something I can not do

You touched my hand without thinking, but it was nice for me

All the time that we believed, that the world's in our hands
We were wrong, maybe it wasn't, I just wanna hope so,
when I'm holding your hand

"Would you hold my hand?", Could I have ever said that?
I can't remember...
Why is it unclear?, I guess I'm just not who I used to be

At times I cried and cried, and at times I smiled

All the time we could not believe, that the world's in our hands
We were wrong, In fact it was, cause you're holding my hand now

We have always been part of the world, and the world has never changed
How about you? How about me? We just know that we have changed
All the times that we believed, that the world's in our hands.
We were wrong, maybe it wasn't, cause you're holding my hand now

We've always been part of the world, and the world has never changed
How about you? How about me? We just know that we have changed
At every moment, Everywhere, I can't believe, I can't believe,
when I'm holding your warm hand.
Your warm hand!

At times I cried and cried, and at times I smiled


NoisyCell, I love the music and also the lirycs. I love the way they touch my hearing and also my heart. I like the voice of Ryosuke-san that give a gentle touch in their songs. I like the ‘screaming’ of Ryo-san which always make me startled, but his guitar strains always make me never bored with their songs. And also I like drum beat of Kiyoshi-san that make my heart can also follow their strains. All of these are just like to realizing that someone you love is closed to you. You said that you’re not interested, but after you listen it more, you can fall in his charm too.
This may be one of the changed in three years, enjoying to listen the rock music. And I think that this band has a magical touch to open my heart, which other songs haven’t had it. NoisyCell has something in its music that could make me enjoy the strains. Then, it makes me looking for about them by internet, but there is not much information I get about them. I only know about this album with seven song and one instumental. I think it maybe their debut album, but this is great. I’ll wait their next music.
Yeah, their album has just finished playing (maybe for 3 times, hehehee). I tought have to start my other tasks before they start to play chasing each other for the deadline in my head. Ahahaa... Maybe this is only one of my changing, but the point I want to say in this that there have been many event happening in three years of my live. They have made me like this now and this is me. Do you want to accept me with all of my condittions? Or maybe, do you want to wait for me getting all of my targets, here in my life?
I hoped you had agreed with the second option, because I only wanted to say,

“I'll fly up to you when I catch the wind with my wings.”
(Handa Seishuu- Barakamon).



Curcol: Everyone has their own character

Everyone has their own characters, but sometimes doesn’t know exactly who they are. Characters??? Hmm?? I’m just thinking about myself, my characters. I think that it’s easier to understand characters in fiction story. But, they will be more complicated when we talking about the reality. In fiction, they only talk about the main characters of person, but in reality we cannot say that a person is a protagonist or an antagonist. It’s depend on where side you choose to see through his/her characters. And, a lesson that I have got recently is never judge the book from the cover.
In my 22 years, I have met so many people with diifferent characters and it’s become my habit to guessing their characters in first time we meet. But, I have got something new recently. I’ve met new persons and guess their characters, but I got it was all in the wrong way. I think that all of my guesses were bullshit after I looked at them closely. The one that I thought an annoying selfish guy, he’s just a youngest son with his free and creative mindset. Oh ya, he has a neat room, one thing that I never guess about him. Ahahaa... And, I met another one who I thought so capable with her job. But, after I had worked with her, I said I don’t want get a job with people like her anymore. She doesn’t have any capability for giving priority to her jobs, what she has to be done before doing another. She only knows the way to act as a good worker in front of others and get their praise. Hmm, I just think that sometimes I need her trick to become seen better before others. Hehehe...
Then, I recall the way to build a characters in a story, you just have to remember that any people are special. There is no one being ordinary.
“Do you see that girl walking on sidewalk? What do you think about her characters?”
“She is look like an ordinary girl.”
“No, she isn’t. She is a sweet girl who is genius playing piano. She gets the best appreciation in national event when she was 15.”
“How could you know?”
“Because she is one of my workers. Hihiihii... But, that’s the way you have to look at roles in your story, you have to make them as an unordinary people.”

(Part dialog of “Full House”, a Korean drama)

Do you know what has flashed in my mind? The God may do the same way when creating us. No one is ordinary. Everyone have their own roles in this world and they are unique and special. And then, I’m thinking about how many characters can be in this world. Ahahaa, just my abstract thought, forget it. I don’t want to write about it here. Hehee... I just want to say the point that everyone is unique and special.
So, how’s about my characters? I’m just in confusing disturbance. I can’t understand who exactly I am. One of my friend said that I was thinking too much. Another one said that I sometimes had to try being myself, but other said that I have to try being better than myself. But, how could I know that I’m better or not if I don’t understand who I am??? I have just been thinking about it.
My friend said that I too much listened from others, I just had to be myself and let people know who I am. I said  that I just wanted to be a good person, but he asked how a good persons were. I was absolutely quiet. I don’t know what a good person is, even in my perception. So, how have I done my life? I have just done what people want from me or what people thinks it’s good. Then, I asked myself what I wanted. I don’t know. Oh damn, in my 22 years of my life, I don’t know what I want. Hmm, Now I don’t know I have to laugh or sad at myself.
Then, why do I suddenly ask about my characters? Because it become complicated recently. I just felt that there are two side of me. I must leave one side to make another still survive. Ya, I have left her years ago with hoping I could be mature. But, she has recently came back and told me to change my character again. I don’t know who I am in real. May I be both of sides or just one side? May I be just bored with my life now? That’s why I just want be free and try become another me. But, I know that I must choose. Yes, I must. And now, I’m still thinking about how a good one can be and what exactly my character is...


Jumat, 19 September 2014

Puisi : Segalanya Sudah Cukup

Kebulatan tekad sudah aku tetapkan.
Aku sudah merelakannya, meninggalkan kenangan itu hanya sebagai masa lalu.
Aku memang begitu menginginkannya, tapi cukup sampai di sini saja.
Aku menyerah akan dirimu tak tergapai untukku sekarang.
Kau sendiri yang telah memutuskan arti diriku dalam hidupmu.
Kau juga telah menetapkan arti dirimu seharusnya dalam hidupku.
Aku tak mungkin menyangkal lagi karena aku memahami maksudmu, segala maksudmu.
Aku melangkah mundur perlahan dari ambisiku memilikimu.
Aku sudah puas dengan segala keputusan dan kebaikan hatimu.
Segalanya sudah cukup bagiku.

Tekadku sudah bulat untuk meninggalkan bayangmu sebagai masa lalu.
Aku tak mau lagi menitikkan air mata untukmu.
Kegembiraan dan kesedihan telah melebur menjadi satu di antara Kau dan Aku.
Pikiran sudah menjadi begitu kacaunya hingga tak mampu membedakannya lagi.
Aku dapat tersenyum sekaligus menitikkan air mata secara bersamaan.
Kepalsuan demi kepalsuan yang menutupi kebenaran yang ada.
Senyuman demi senyuman untuk menghargai sebuah tangisan.
Aku sudah pernah menjadi gila akan ambisiku.
Aku sudah pernah menjadi gila akan dirimu.
Dirimu memang lebih memabukkan dibanding sebotol arak.
Selesai sudah, aku ingin segera mengakhiri segalanya.
Segalanya yang kurasakan sudah cukup.

Berhenti, sudah menjadi keputusanku.
Aku sudah tak mau lagi berdiam diri hanya untuk menunggumu.
Aku sudah tak mau lagi peduli dengan segala tentangmu.
Aku sudah tak mau lagi berkejaran dengan waktu untuk tahu kabarmu.
Aku sudah tak mau lagi melawan harga diriku hanya untukmu.
Bahkan, aku tak mau lagi menghargai segala kebaikanmu.
karena sudah bertekad meninggalkan bayangmu di masa laluku.
karena segalanya sudah cukup kurasa.

Curcol : Tekanan Sekitar

Curcol kali ini, aku tulis bener-bener cuma buat curhat colongan aja. LHO?? Emangnya yang sebelumnya nggak ya? Yahhh, gimana ya, kayaknya nggak perlu dibahas juga sih, coba beri penilaian sendiri dehh... *biar tulisan sebelum-sebelumnya dibaca juga*. Ahahahaa...
Niatnya nih, mau jadi bahasan santai aja, tapi yang dibahas kayaknya lumayan berat deh. Apalagi untuk orang kayak aku, makin berat daahh... #eh? Oke, lanjuutt...
Semuanya berawal dari sebuah pertanyaan sederhana, “Ngapain mbak, kok mau lulus cepet-cepet?”. Dan dengan santainya aku jawab,”Sudah ada yang nungguin.” Dengan suksesnya jawaban itu menuju pertanyaan lain yang lebih makjleb-jleb, “Seriusan, Mbak? Mbak habis lulus, mau langsung nikah?” #Jebret #Makjleb. Langsung lahh aku jawab, “Ya nggak lahh, masih jauh. Masih nanti kalau itu.” Percakapannya memang selesai sampai di situ, tapi pikirannya masih sampe sekarang. Ahahaha...  *Cuma bisa menertawakan diri sendiri aja*
Jadi, sekarang sudah tahu apa bahasan lumayan berat yang aku maksud? Ya, benar.Pernikahan. Jenis makanan macam apalagi sih ini? #Jiaahh malah makanan lagi. Kayaknya kalau masalah filosofi, artian, atau apapun itu tentang dasar-dasar pernikan, aku nggak bisa terlalu banyak bahas deh. Lebih baik tanya langsung ke anak Psikologi semester VII yang lagi ambil bahasan ini di kelasnya. *Niatnya mau mention temen yang ada di sana*.  Enaknya sih aku mau bahas tekanan pernikahan di sekitarku aja. Mumpung masih jadi anak Teknik, kita bahas tekanan aja kalau gitu. #eh? #lho?
Oke, tekanan pertama datang dengan pernyataan, “Seumuran kamu gini kan memang masanya pada nikah kan?” Nikah itu nggak bisa di general kayak gitu ya. Sesuai dengan kesiapannya masing-masing juga kan. Kalau waktu itu dibahas, seperti apa siapnya, juga setiap orang punya dasar kesiapannya masing-masing. Mungkin masih ada mimpi dan cita-cita yang mau dicapai dulu, kayak aku. Hehehee... Atau jawaban bagus dateng dari teman dekatku, “Kalau perempuan itu harus siap secara batinnya lebih dalem lagi. Soalnya, kalau nanti udah jadi istri, dia harus mengutamakan suaminya bahkan sebelum orang tuanya sendiri. Padahal suaminya mungkin baru saja dia kenal, sedangkan orang tuanya sudah dia kenal sejak lahir.” Tumben lho ini dia ngomong bener. Ckckckk.. *tepuk tangan*
Oiya, mungkin kalau bisa dilihat atau dicari data usia rata-rata menikah. Kalau memang seumuranku, berarti.... yasudahlah, nggak bisa bantah lagi.
Tekanan kedua, datengnya lagi-lagi dari temen sendiri. Jenggg..jengg... Ada undangan nikahan dateng. And, jeengg jengg... temen deket dari SMP udah mau nikah aja nihh. Rasa ikut seneng dia udah nentuin pasangannya dan aku bisa datneg buat bantuin di hari pernikahannya, apalagi ngikutin prosesnya. Pengalaman baru. Tapi, doa pasangannya pas kita-kita mau pulang, “Iya. Makasih ya, udah dibantuin. Semoga pada cepetan nyusul ya...” Alhasil langsung lirik-lirikan, terutama yang calonnya aja belum punya, kayak aku. Jiiiaahhh...
Nggak cuma itu, minggu lalu bahkan denger kabar, temen dari kecil yang TK-nya aja bareng, udah dilamar orang. Seneng kok dengernya. Tapi, pertanyaan berikutnya dari sekitar, “Lha kamu kapan?” Aahh, cuma bisa cengar-cengir aja... hehehe... Maaf ya Ma, anakmu ini belum laku dan memang belum mau laku dulu. Hehhee...
Yang ketiga, virusnya sudah mulai menyebar di media sosial. Entah ini kebetulan atau bagaimana. Ada beberapa teman yang upload foto tentang pernikahan, dari mulai undangan sampe foto nikahan keluarganya. Yang paling WOW, ya temen yang baru jadi pengantin baru. Upload-nya foto-foto dia jalan-jalan sama suaminya, temanya sih honeymoon. Yang ini nih tekanan bener-bener nyesek... hehehee...
Melihat dari tekanan demi tekanan yang saya terima, semuanya merujuk pada satu pertanyaan di awal, “Seumuran kamu gini kan memang masanya pada nikah kan?”.  Mungkin bener juga sih. Soalnya temen-temen seumuran memang satu per satu udah nikah atau perlahan-perlahan juga udah pada ngomongin nikah. Ya kan ribet juga ngeliatnya, padahal belum ada pikiran ke sana juga dalam waktu dekat ini. Ternyata, lingkungan memang mempengaruhi arah jalan pikiran kita. *Tenang Pak, anakmu ini belum mau nikah dulu kok. Selow* #mendadak_formal
Tekanan paling dahsyat sudah pasti dateng dari keluarga sendiri. Gimana nggak coba, kalau kumpul keluarga pertanyaan pertama yang dituju, “Sekarang pacarnya siapa?” Hikkss Hikss, cuma bisa meringis nggak jelas sambil jawab, “Nggak ada kok, Tante.” Itu sih masih mending, lebih makjleb lagi waktu ada keluarga yang nikahan terus ditanyain, “Kamu kapan nyusul?” Cuma bisa meringis selebar mungkin.
Yah, kalau diinget-inget dulu mungkin masih bisa ngelak dengan alasan masih ada yang lebih tua dan belum nikah juga, masih bisa bilang masih kecil, atau mungkin masih sekolah. Sekarang juga, alasan yang masih bisa buat diem cuma, “Masih kuliah, Tante. Biar selesai dulu terus kerja.” Yang paling ditakutin tuh kalau nanti udah selesai kuliahnya terus kerja, bakal jawab apalagi coba. Kalau memang belum mau nikah, memang kenapa tho?? Mungkin, nantinya kalau aku jawab masih ada yang belum kesampaian pun, tetap bakal dibantah juga. Habis itu, mulai siap-siap ketempelan status nggak laku. Jjiiaahhh... makin ngaco nih omongannya. Yang pasti sih tekanannya bakal makin besar juga ke depannya. Secara pengalaman yang aku lihat sih gitu.
Yoweslah, nikmati aja hidupmu. Udah ada alurnya masing-masing kok. Tekanan demi tekanan juga bakal kamu dapet terus. Toh, itu malah menandakan kalau kamu masih hidup juga. Kalau ditanya, galau atau nggaknya. Mungkin iya, mungkin nggak. Soalnya memang belum jadi prioritas hidup juga. Masih banyak yang harus diurus juga, biar selesai semuanya dulu baru bisa melangkah ke arah selanjutnya. Biar ngerasain naik tingkat dulu sebagai manusia, anak, cucu, calon engineer, perempuan, dan sebagai hamba Allah tentunya. #serius_modeON

Kemudian, tidak terasa sudah memasuki halaman ketiga, sedangkan tugas buat besok masih kosong melompong. AAAAAA *teriak panik sambil lihat jam*. Tepat jam 00.00, berhenti sejenak terus mikir, tapi.... Ahahahaa, nggak ngaruh kayaknya. Yaahh, berdoa saja untuk segala yang terbaik dan masih bisa dikasih jalan untuk melihat jalan yang terbaik pula. Dan satu hal lagi, doakan tugas saya juga dapat selesai pagi ini. Amiieennn...  hehehe Ciao. Cemungudh terus ya...!!!