Mengawali
apapun itu nyatanya selalu sulit ya? Mau nulis kayak gini aja daritadi aku
mikir mau nulis apa duluan. Bolak-balik ngetik, hapus lagi, ngetik lagi, hapus
lagi. Capek juga mikirnya. Heheheee... Yah sudahlah, malam ini aku mau
ngobrolin soal diriku sendiri. #eeaa. Boleh kan? Ini juga blog-ku. Siapa yang
berani ngelarang? #maksa.
Kali
ini bahasan mengenai mimpi yang sempat mengabur dari pandanganku dan sayangnya
juga berhubungan dengan makhluk yang namanya cowok. #eh? Sempat hilang semangat
memulai ceritanya, tapi yah inilah tulisanku. Sekitar 5 bulan lalu, aku
terpukau dengan satu di antara banyak makhluk cowok di dunia ini. Mungkin juga
masih sama sampai sekarang. #mungkin. Aku sudah bertekad mengakhiri semuanya,
bersama berusaha untuk kembali seperti semula walau mungkin sulit. Toh, aku
sendiri merasa ini semua hanya emosi sesaat dan rasanya kami berdua tentunya memiliki
mimpi masing-masing. Keputusanku untuk melangkah meninggalkan masa-masa itu.
Demi kebaikanku sendiri dan sesuai dengan keinginannya. Iya kan? I hope, yes.
Aku
merasa drop selama beberapa bulan,
walaupun bukan hanya karena kasus itu saja. Tapi, yang namanya menerima
penolakan, walaupun dengan cara yang sangat halus sekalipun, tetap saja sakit.
Apakah aku menangis? Tentu saja. Tapi, aku sendiri heran, aku tak menangis
sebanyak yang aku bayangkan sebelumnya. Mungkin karena ini juga memang
keputusanku dan aku siap menerima segala keputusannya saat itu.
Hal
menarik terjadi setelahnya, aku malah merasa aku jadi punya semangat untuk
perbaikan diri. Aku menata lagi bayangan masa depan yang dari dulu aku terus
berusaha berlari ke arah sana dan akhir-akhir sempat menjadi kabur dari
pandangnku. Kembali menata diri, walau belum sepenuhnya berhasil sekarang.
Menata pikiran tentang kuliah yang sudah berantakan dua semester ini. Menata
semangat hidup yang pernah hilang. Rasanya seperti punya waktu untuk berhenti
sejenak untuk beristirahat. Ya, waktu khusus untuk diri sendiri yang sudah lama
hilang. Ada kelegaan yang luar biasa waktu itu. Mungkin itu yang namanya
mengikhlaskan. Walaupun dengan cara, meruntuhkan segalanya dahulu untuk
dibangun ulang.
Masalah
yang aku hadapi mungkin memang bukan cuma kasus dengan cowok itu, tapi aku
belajar untuk mengikhlaskan dari situ. Mataku sedikit terbuka. Kalau memang
tidak ada kata “saling” dalam
perasaan yang aku berikan, maka tidak akan ada kata “kita” dalam hubungan kami. Toh, hubungan antara aku dan dia masih
baik-baik saja, jadi apa yang harus disesalkan saat ini. Lalu, aku berandai-andai.
Kalau saat itu ada kata “saling”,
mungkin aku tak akan belajar banyak. Aku tak akan belajar untuk menahan sifat
egoisku. Aku tak akan mengerti arti ikhlas. Aku tak akan masuk dalam masa
perbaikan seperti saat ini. Walau saat ini tak ada kata “kita”, aku sudah senang dengan semua ini. Terima kasih, Mas... J
Setelah
semuanya menjadi seperti ini, aku menyadari bahwa kami memiliki mimpi
masing-masing. Dia bilang belum ingin terikat dan masih ingin bebas. Mungkin
maksudnya masih banyak juga hal yang ingin dia capai dan pikirkan selain
masalah macam ini. Tapi, aku juga jadi membuka mataku lebar-lebar, aku masih
punya banyak mimpi dan tanggung jawab yang masih harus aku tanggung. Aku
sendiri yang sejak dulu menghindari hal-hal macam ini untuk fokus pada mimpiku
saja. Sayang sekali saat itu aku goyah hingga menjatuhkan harga diri sendiri.
Tapi sudahlah, kalau tidak ada kejadian itu aku kan tidak akan seperti
sekarang. Lebih kokoh berdiri seperti ini, lebih indah untuk diperhatikan,
lebih menarik untuk dikenali, lebih dewasa memandang hidupku sendiri. #narsis
Saat
ini, mimpiku tak akan berhasil kalau hasil kuliahku masih seperti ini. Aku
harus berlari lebih kencang lagi untuk kali ini. Rasanya memang lelah, tapi aku
yakin hasilnya juga pasti akan setimpal. Semester depan juga harus lebih fighting lagi nihh... Yeeaahhhh....
Sebentar lagi selesai kok dan harus siap-siap mengawali dunia yang baru.
Jeng..Jeng...Jeng.... Ah, rasanya udah
nggak sabar. J
Masih
ada hal yang masih ingin aku lakukan. Jalan-jalan
sendirian. #eeaa. Kalau sekarang jalan-jalan sendirian cuma baru bisa di
sekitaran sini aja naik motor. Kalau besok, aku mau jalan-jalan sendirian ke
Thailand, Singapur, Jepang, London, Madrid, Australia, dan S2 di Spanyol. S2
mau sendirian? Iyalah, kan ke sana juga mau cari cowok sekalian. Ahahahaa...
Nggak puas ahh kalau lihatnya yang di sini-sini aja. #jiiaahh Sombongnya,
padahal nggak ada yang mau juga di sini. *langsung murung* hehehee....
Yah,
jadi keinget obrolan sama teman tentang memilih antara mimpi atau cinta. Banyak
cerita di drama atau novel romance, tokohnya lebih memilih membatalkan atau
menunda kepergiannya untuk bersama orang yang disukainya. Aku nggak pernah
paham hal itu, mungkin karena memang aku belum merasakannya sendiri. Kenapa
nggak jadi pergi? Itu kan mimipinya yang udah lama direncanain? Kan masih bisa
nunggu selesaiin mimpinya dulu kan? Kenapa harus kayak gitu? Kenapa harus
milih? Kenapa nggak dua-duanya dijalanin? Yah, kalau logikaku cuma nyampe ke
jawaban, “biar ceritanya lebih seru dan lebih menyentuh tentang cintanya”. Tapi
temanku bilang, “Karena selalu ada mimpi
yang lebih penting, Rin.” Jadi, lebih tepatnya cintanya saat itu adalah
mimpi yang lebih penting bagi si tokoh daripada mimpinya sendiri. Bingung? Saya
juga, masih mikir soal itu kok. #sama
Jawaban
menarik lainnya, aku dapat dari sebuah serial komik Seiho Boy’s High School yang aku baca kemaren. Ada
percakapan yang diucapkan tokoh laki-laki saat tahu pacarnya akan pergi keluar
negeri untuk waktu yang lama demi mimpinya. Kata-katanya secara dramatisnya
kira-kira seperti ini.
“Aku disandingkan bersama mimpimu sebagai pilihan
untuk masa depanmu. Bukankah itu berarti aku juga berharga untukmu. Itu sudah
membuatku senang. Aku tak akan mengantarkan kepergianmu. Aku tak akan memintamu
untuk menjadi pacarku kembali saat ini. Tapi, jika suatu hari kita bertemu lagi
dan kau masih seperti kau yang sekarang, aku akan memintamu menjadi pacarku.
Bukan lagi hanya untuk sementara, tapi untuk selamanya menjadi milikku. Aku
mencintaimu. Selamat tinggal.”
Setelah
kata-kata itu, si tokoh perempuan yang dingin dan angkuh memang menangis
sejadi-jadinya. Tapi kemudian, dia bisa pergi dengan lebih tenang untuk meraih
mimpinya di tempat yang jauh dan tanpa pacarnya itu. Menyelesaikan segala yang
masih mengganjal dan melangkah lebih tenang. Mungkin itu juga yang aku rasakan
sekarang. Ya kan, Mas?
Mau
dibilang seperti apapun, aku dan dia masih berhubungan dengan baik. Walau
mungkin semuanya belum kembali seperti semula seutuhnya. Tapi langkahku sudah
lebih ringan. Aku harap dia juga seperti itu. Mari meraih mimpi masing-masing
yang masih menggunung ini. Jika suatu hari nasib mempertemukan “aku dan kamu” kembali dalam keadaan
yang memungkinkan untuk menciptakan kata “saling”
dalam hubungan ini, maka aku tak akan segan-segan untuk mewujudkan kata “kita” dari kata “aku dan kamu”. Hehehee...
Yah,
mau dibilang seperti apapun, aku memang masih berharap. Tapi, aku senang,
langkahku sudah lebih ringan dan tenang sekarang. Aku bisa lebih fokus untuk
lari menuju mimpi karena mimpi itu tak pernah menjauh dan hanya aku yang bisa
memutuskan akan mendekat atau menjauh darinya. Kamu mungkin masih bisa menjadi
mimpiku, tapi mungkin belum menjadi yang utama untuk sekarang karena masih ada
mimpi lain yang lebih penting. Atau mungkin kamu mau membicarakan ulang tentang
ini dan bersiap untuk saling menunggu. Hanya itu yang aku pikirkan sekarang. J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar