Mempertanyakan apa yang ada
dalam pikiran kita terdengar bagus. Lalu, bolehkah aku mempertanyakan tentang
kepemimpinan kaumku? Kaum perempuan. Banyak hal yang ada dalam pikiranku
tentang hal ini. Mungkin juga karena ambisiku sebagai perempuan untuk menjadi
seorang pemimpin. Ya, bisa disebut sebagai ambisi. Karena aku rasa keinginan
ini kadangkala menjadi terlihat berlebihan, baik dari pandangan orang lain
maupun pandanganku sendiri. Kenapa? Aku rasa menjadi pemimpin itu menyenangkan,
tapi ternyata tidak mudah. Banyak tingkatan kepribadian yang harus dimiliki.
Dari beberapa pengalaman yang aku dapatkan, menjadi koordinator itu lebih mudah
daripada jadi seorang pemimpin yang bijaksana. Berbeda, sangat berbeda.
Awal pemikiran tentang
pemimpin perempuan ini muncul, saat aku tahu bahwa dalam Islam, agama yang
menjadi pandangan hidupku, ada semacam perkataan pemimpin itu harus seorang
laki-laki. Shock? Awalnya iya. Merasa dibedakan itu pasti. Satu hal yang
menjadi pikiran paling berat adalah aku tidak bisa meneruskan apa yang aku
inginkan. Ambisiku. Namun, setelah aku cari tahu lebih dalam, Islam tidak
sedangkal itu. Lebih mudahnya ada kata-kata bagus yang aku suka, Islam itu
telah menempatkan perempuan ditempat yang sepantasnya. Bukan di bawah
laki-laki, tapi selalu dibawah tanggung jawab seorang laki-laki. Merasa
terlindungi? Itu pasti, dan setelah mengerti tentang hal ini, aku tidak lagi
merasa dibatasi.
Kembali pada topik utama,
pemimpin perempuan. Dari beberapa bacaan yang aku dapatkan dari internet, aku dapat
beranggapan secara pribadi, perempuan dapat menjadi pemimpin dengan ketentuan
dan batasan yang tidak dapat dilangkahi. Mencoba mengerti posisi diri, aku rasa
merupakan salah satu kunci utamanya. Sebagai seorang perempuan, kita harus
memahami dimana kita menjadi pemimpin dan dimana kita menjadi seorang pengikut.
Maaf saja, sering aku merasa perempuan yang sudah mempunyai posisi baik
dikalangan masyarakat akan lupa dengan posisinya sebagainya perempuan dihadapan
Tuhannya. Terlalu sombong untuk mengakui posisinya sebagai tanggung jawab
seorang laki-laki. Sebuah kesalahan yang sering sekali terjadi. Semoga kita
dapat dihindarkan dari hal ini.
Alasan kenapa aku mendukung
perempuan sebagai pemimpin di masyarakat, bukan dalam urusan agama, seperti
menjadi manajer, direktur, menteri, bahkan presiden adalah masalah kemampuan.
Jika kamu mampu untuk melakukannya, maka lakukanlah. Toh bebas mengekspresikan
diri bukan berarti tidak mengikuti aturan yang ada kan? Coba saja cari tahu
tentang seorang pemimpin perempuan pada zaman Rasulallah, Asma binti Yazid, seorang perempuan terhormat yang mengabdikan dirinya
untuk Islam. Bagaimana ia memimpin kaum perempuan untuk berjuang saat itu. Yang
sanggup aku ketahui bahwa perempuan punya peranan tersendiri dalam kehidupan.
Ya, itu sudah tentu, untuk apa perempuan diciptakan. Dalam hal ini, aku melihat
bahwa ada beberapa aspek dan bidang tertentu yang dapat atau sebaiknya
dilakukan oleh perempuan. Kenapa? Tentu saja karena kemampuan perempuan itu
sendiri. Perempuan diciptakan dengan kepekaan perasaan yang lebih baik, lebih
detail melihat suatu hal, dan biasanya lebih multitasking. Kemampuan macam
inilah yang akan menjadi modal untuk seorang pemimpin perempuan yang akan
didukung dengan pengetahuan dibidang yang akan ia pimpin. Menurut aku sendiri,
ketika kita bersaing dengan kaum laki-laki di tempat kerja dan sebagai
perempuan kita dinilai lebih baik dalam memimpin, kenapa tidak kita ambil
posisi yang diserahkan pada kita sebagai pemimpin itu. Toh, saat itu kita
dinilai lebih mampu, lebih baik, dan yang terpenting kepercayaan diri serta
keyakinan kita dalam mengambil posisi itu. Cobalah menjadi orang yang bijaksana
dalam menempatkan posisi diri, sekali lagi hal ini menjadi pokok pemikirannya.
Lalu, apa tanggapan orang lain tentang hal
ini? Ada beberapa orang yang aku tanya tentang ini. Secara agama tentu mereka
menolak perempuan sebagai pemimpin agama. Namun, untuk memimpin hal lainnya,
beberapa orang menyatakan tidak masalah, walaupun ada pula yang masih menolak.
Dengan alasan secara kemampuan, laki-laki memang dinilai lebih baik dalam
memimpin, lebih stabil, dan lebih menggunakan logika. Aku juga mengakui itu.
Ada satu jawaban yang lebih menarik, perempuan atau siapa pun itu bisa menjadi
pemimpin sesuai dengan kebutuhan dan keadaan saat itu. Ketika amanat itu datang
padamu dan jika kamu tidak mau mengambilnya kemudian akan terjadi hal yang
buruk, maka lebih baik kamu memenuhi amanat itu dengan segala kemampuan yang
kamu miliki. Karena aku merasa ada saat-saat dimana kita harus melakukan
sesuatu itu, sebelum terjadi hal yang lebih buruk dan itu menjadi kewajiban
kita untuk mencegahnya. Seperti ada tingkatannya, dari mulai makruh, sunah,
sampai wajib. Hehehee.
Penekanan terakhir untuk
opiniku tentang masalah ini. Aku mendukung seorang perempuan menjadi pemimpin.
Tentunya dengan beberapa syarat. Perempuan itu harus tahu dan mengerti tentang
posisinya sebagai makhluk terlindungi yang menjadi tanggung jawab seorang
laki-laki. Perempuan itu harus memiliki kemampuan seorang pemimpin yang baik
dan memiliki keyakinan dalam menjadi seorang pemimpin yang bijak. Dan menjadi
seorang pemimpin akan menjadi sangat wajib ketika kita dihadapkan pada
keburukan yang akan terjadi jika kita melepaskan kesempatan untuk menjadi
seorang pemimpin. Untuk menjadi seorang pemimpin perempuan yang baik, ayo kita
perbaiki dulu diri kita sehingga kita mengerti untuk apa kita diciptakan.
Semoga
opiniku ini dapat menjadi pertimbangan tersendiri. Bisa juga coba cari tahu
tentang posisi wanita dalam Islam dan bagaimana beberapa penulis barat mulai
mengakui betapa baiknya penempatan ini. Perbaikan-perbaikan kaum perempuan yang
menjadi pembicaraan aku rasa menjadi alasan yang pantas untuk mengetahui hal
ini.Dan, TERIMA KASIH sudah membaca opini ini. Ciao.... : )
Ehem, yang opininya sekarang jadi begini. Hasil diskusi sama siapa aja nih? :p
BalasHapushasil diskusi sama beberapa orang yang sebagian besar tanggapannya sama...
BalasHapusya termasuk kamu itulah...
heee..