Laman

Minggu, 26 Februari 2012

Mencoba Belajar dari Anak Kecil

                Pernah mencoba belajar dari seorang anak kecil??? Bukan belajar pelajaran sekolah semacam matematika, tapi pelajaran dari cara dia memahami sesuatu. Mungkin terlihat nggak penting waktu kamu nganterin seorang adek kecil ke tempat bermain anak-anak. Aku nggak tau nama mainannya apa, semacam petualangan kecil yang ada perosotan sampai jembatan tali gitu. Kayak outbond mini gitu. Ternyata waktu aku nungguin adek sepupuku ,yang masih empat tahun itu, banyak juga kejadian berfilosofi bagus untuk kehidupan sehari-hari kita.
                Jadi gini ceritanya...
                Kita andaikan saja permainan rintangan yang ada ditempat itu adalah rintangan hidup kita. Apa yang aku sadari disitu??? Ternyata setiap adikku ini melalui jalan yang lebih cepat alias lebih pendek, jalan itu atau jalur itu lebih beresiko. Entah dia kepeleset lahh, entah hampir jatuh juga. Tapi, dia nggak kapok-kapoknya lewat jalur itu. Berasa lebih mengasyikkan. Lebih memacu adrenalin. Dalam kehidupan kita, dengan atau tanpa kita sadari, sering terjadi saat-saat kita harus memilih salah satu dari jalan pilihan yang ada. Semakin cepat, semakin beresiko. Aku rasa kadangkala memilih jalan yang penuh resiko itu perlu untuk hidup kita. Untuk apa??? Menambah keberanian, gambling, sampai melatih perhitungan pengambilan keputusan. Yang lebih sederhananya sih menambah warna hidup yang datar-datar aja. Lagi pula hasil yang kita dapatkan kalau berhasil pasti lebih besar daripada jalan yang mudah. Coba aja sekali-kali, coba aja selugu anak kecil yang akan terus bangkit walau sering terjatuh pada jalan yang telah dia pilih.
                Hal menarik yang aku liat lainnya adalah ketika adik sepupuku ini berniat melewati  jembatan. Jembatan ini tersusun dari tali-tali dan kayu-kayu yang masih bergoyang-goyang. Adik sepupuku ini yang biasa galak, keliatan ketakutan dan ragu sewaktu akan lewat tantangan yang satu ini. Dia mencoba meletakkan satu kakinya di jembatan itu, tapi ditarik lagi waktu jembatan itu mulai bergoyang. Lucu deh liatnya... Eeiitss, jangan diketawain dulu tapinya. Sewaktu dia ragu itu, dia liat ke aku dan aku coba bilang ‘nggak papa’. Pada akhirnya dia mau mencoba melewati rintangan itu. Bukan karena dukunganku saja, tapi yang aku liat alasannya lebih karena dia melihat temannya di permainan itu bisa melewati jembatan ini.
Dua hal yang bisa aku tangkap dari kejadian jembatan ini. Pertama, ketika kita melakukan sesuatu, dukungan dari orang-orang sekitar itu sangat diperlukan. Tapi jangan lupakan satu hal, keinginan dari dalam diri kita sendiri adalah satu hal terpenting untuk melewati setiap rintangan yang ada pada kehidupan kita ini. Hal kedua adalah saat kita melihat orang yang sudah mempunyai tingkatan lebih tinggi dari kita, apa yang harus kita lakukan??? Diam saja kah??? Irikah??? Bukan, yang harus kita lakukan adalah membuat hal ini sebagai semangat, sebagai bahan untuk target kita. Mungkin saja untuk lebih dari orang ini. Karena ketika orang itu saja bisa melakukan, kenapa kita tidak...
Cerita lebih menarik lagi terjadi saat dia berhasil mendahului anak kecil lain, yang awalnya dia ikuti setiap jalurnya. Cara adik sepupuku mempelajari apa yang anak kecil lain ini jalani, telah membuat dia mampu mendahului dan beralih memimpin untuk menentukan jalur yang akan mereka lewati. Lebih jelaskah untuk penjelasan paragraf sebelumnya??? Hehehee... jadi jangan patah semangat saat orang lain ada di depan kalian, tapi teruslah bersemangat untuk mengejar dan melampaui mereka. Yakin, pasti bisa...
Satu pokok pelajaran yang aku dapatkan. Anak kecil itu berpikir lebih sederhana dari kita. Sehingga mereka lebih cepat mengatasi ketakutan mereka. Hal ini lahh yang aku rasa membuat mereka menjadi lebih cepat belajar, lebih cepat beradaptasi dengan lingkungan, lebih pemberani, dan lebih bersemangat dalam menjalani hidup mereka. Jadi ketika kalian  mulai merasakan keputusasaan dalam hidup kalian, cobalah perhatikan seorang anak kecil yang sedang bermain dengan riangnya, tanpa beban. Maka pada saat itulah kalian akan merasakan keluguan mereka dan berpikiran hidup itu tidak serumit yang kita bayangkan selama ini.
 Semoga bermanfaat ya tulisan ini... heheheee...

Jumat, 24 Februari 2012

Curcol Mahasiswa untuk Rektor UGM

               Sudah jadi rahasia umum  kan kalau sering kali terjadi pertentangan antara pihak mahasiswa dengan pihak rektorat. Terutama tentang kebijakan yang dianggap merugikan pihak-pihak tertentu, apalagi dari pihak mahasiswa itu sendiri. Penyebab ini semua secara sederhananya adalah perbedaan idealisme. Namun, ternyata semuanya yang terjadi antara rektor dengan mahasiswa tidaklah sesederhana kedua kata itu, PERBEDAAN IDEALISME. Imbas yang terjadi ternyata lebih dari sekedar yang terlihat.
                Pada tulisan ini aku sama sekali tidak berminat menjatuhkan pihak manapun, hanya mencoba mengkaji hasil perbincangan dengan sesama mahasiswa. Sebagai mahasiswa, aku mengakui kadangkala ada kesalahan pengambilan kesimpulan dari kebijakan yang keluar dari rektorat dan masih ada sikap egoisme yang terlihat dari tindakan-tindakan yang diambil oleh pihak mahasiswa. Mahasiswa tidak selalu benar dan rektor tidak selalu mengerti mahasiswa. Aku rasa itu yang terjadi selama ini.
                Permasalahan paling dasar yang menjadi pertentangan adalah masalah transparansi rektorat terhadap mahasiswa ataupun masyarakat. Tranparansi apa sih emangnya? Banyak hal ternyata. Salah satunya adalah masalah keuangan. Duit lagi.. duit lagi... heran ya kalo ngomongin duit nggak akan ada abisnya. Pembongkaran BPK atas keuangan UGM jadi salah satu bukti jelas hasil dari ketidaktransparannya. Berapa banyak yang diselewengkan sampai begitu banyaknya akun rekening bank, baik atasnama institusi maupun perseorangan, merupakan bukti  begitu berantakannya keuangan UGM. Ckckckkkk... siapa sih yang megang keuangannya? Berasa banyak orang pinter yang nggak digunain ilmunya, kalo caranya gini. Mubadzir tau, punya ilmu nggak dipake... hehehee
                Transparansi keuangan ini juga dapat kita kaitkan dengan masalah beasiswa bagi mahasiswa kurang mampu di UGM ini. Penerima beasiswa BPUTM dialihkan atau diajukan untuk menerima beasiswa bidik misi yang notabene adalah beasiswa yang berasal dari pemerintah. Lalu, kemana perginya dana beasiswa BPUTM??? Ada dua kejadian yang terdengar. Pertama, ada pembayaran ganda dari mahasiswa penerima beasiswa ini, dengan artian mereka menerima kedua beasiswa tersebut sekaligus. Kedua, penerima BPUTM dialihkan menjadi penerima beasiswa bidik misi yang ini meninggalkan kesan bahwa UGM berusaha untuk lepas tangan dari tanggung jawab untuk pemberian beasiswa bagi mahasiswa kurang mampu. Entah mana yang benar, yang benar adalah tidak adanya tranparansi keuangan. Hehehee...
                Transparansi ternyata juga harus dilakukan dalam masalah pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh rektorat. Untuk apa???  Tentunya untuk membuat mahasiswa mengerti  tujuan dari pengambilan kebijakan tersebut. Dengan ini pula rektorat dapat mengetahui tanggapan mahasiswa tentang kebijakan sebelum adanya aksi demo atau turun ke jalan. Bukannya lebih enak kalau diomongin baik-baik?? Jadi nggak perlu ribut-ribut dulu macam kasus pemberhentian ekstensi di sekolah vokasi.
                Apa yang sebenarnya terjadi dengan sekolah vokasi??? Pemberhentian pemberian ekstensi ternyata menyulut aksi mahasiswa yang menjadi perhatian publik. Hal ini meninggalkan kesan pihak universitas mengingkari janji yang mereka berikan ketika mahasiswa SV masuk, yaitu hak ekstensi dengan persyaratan tertentu seperti batasan nilai atau IPK. Penyelesaian masalah yang pada awalnya terkesan tidak digubris oleh pihak rektorat, telah membuat mahasiswa melakukan aksi pengepungan rektorat. Sampai ada tenda-tendanya segala lho... bener-bener pendudukan rektorat. Masalah ini sempat berlarut-larut dan rektorat meminta waktu untuk mengkaji masalah ini lagi. Namun, sampai sekarang belum ada kelanjutan dari masalah ini. Entah pihak mahasiswa SV tidak memberi kabar kepada kami atau keputusan pihak rektorat memang tidak dipublikasikan untuk umum, dengan artinya hanya untuk kedua belah pihak saja. Seharusnya transparansi rektorat, yang sayangnya belum terlaksana, dalam pengambilan kebijakan ini bisa mengurangi dampak ketidakpuasan mahasiswa. Nggak perlu sampai ada aksi kayak kemaren itu lagi lahh kalo perlu... Apalagi masih banyak jalan keluar tanpa harus menghapuskan ekstensi yang telah dijanjikan pihak universitas saat mahasiswa SV ini masuk menjadi bagian UGM. Terkesan penghilangan hak ya...
                Contoh lain lagi adalah masalah KIK. Mungkin tujuan yang dimaksudkan oleh rektorat itu baik, tapi tidak adanya pemahaman dalam mengelola mahasiswa terutama gerakan mahasiswa telah membuat komunikasi yang ada antara mahasiswa dan rektorat menjadi memanas. Santai ngapa??? Hhuuhh... Penggunaan KIK ini ternyata dianggap telah mempersulit akses beberapa kendaraan untuk melintasi wilayah UGM. Ditambah lagi penarikan uang untuk kendaraan tanpa KIK ketika meninggalkan wilayah UGM. Kemana larinya dana yang terkumpul itu?? Ke kantong si penjaga atau ke kantong UGM yang telah terbukti carut-marut itu??? Ckckckkk...
                Pengejaran Status World Class Research University (WCRU) juga menghadapi tanggapan miris mahasiswa. Ada dosen yang malah dengan asyiknya melakukan riset dan proyek miliknya demi terwujudnya status ini, tapi sering meninggal kelas yang berarti meninggalkan kewajiban utama untuk berbagi ilmu dengan kami, mahasiswa UGM. Belum lagi kampus educopolish yang mulai tercipta di lingkungan UGM ini. “Wuuiihh ngapain nih ada mall di tengah-tengah kampus???” lelucon yang benar-benar terjadi saat melihat gedung salah satu fakultas di UGM... hahahaa
                Dengan melihat banyaknya kejadian-kejadian yang tidak mengenakkan pada masa kepemimpinan rektor Prof.Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D.  Seharusnya kita menjadi lebih paham betapa pentingnya pemilihan rektor yang sedang kita hadapi saat ini. Pemilihan dan pengangkatan Pak Sudjarwadi yang dipertanyakan pada masa-masa awal kepemimpinannya, telah ditutup dengan kejadian terbongkarnya dosa-dosa pengambil kebijakan ini. Semua imbas kesalahan pengambilan jalan kebijakannya sudah kita rasakan sendiri sebagai mahasiswa UGM.
                Sebelum semuanya terlanjur terulang kembali, ayo kita kawal pemilihan rektor saat ini. Agar menjadi pemilihan yang bersih dan tanpa kepentingan pribadi maupun kepentingan golongan, tapi kepentingan kita bersama sebagai keluarga besar Universitas Gajah Mada.
Hidup Mahasiswa Indonesia !!!!